Pages

January 30, 2012

Abigail's Party (Mike Leigh, UK, TV Play, 1977)

Devised byMike Leigh
Produced byMargaret Matheson
Based onAbigail's Party, a Stage Play of Hampstead Theatre Production by Mike Leigh
StarringAlison Steadman, Tim Stern, Janine Duvitski, John Salthouse, Harriet Reynolds
ChannelBBC
Running Time102 Minutes

Saya memang belum menonton semua karya-karya Mike Leigh, sejauh ini hanya 7 film. Selama pengalaman menonton karya beliau mungkin terasa ada karakter yang annoying sekali, polos, dan perbedaan kelas antar karakter. Hal serupa juga ada di Abigail's Party. Film yang diangkat dari stage play berjudul sama ini menceritakan tentang kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini disajikan dalam bentuk suatu acara silaturahmi. Beverly & Laurence menjadi tuan rumah acara kumpul-kumpul kecil perumahan. Ange & Tony ialah yang pertama kali datang, mereka ialah warga baru di komplek tersebut, Kemudian dilanjutkan dengan kehadiran Sue yang datang ke acara tersebut karena di rumahnya sedang ada pesta ulang tahun anaknya, Abigail.

Beverly merupakan seorang istri yang bossy, dan masih banyak lagi karakter unik seorang Beverly. Laurence, seorang suami yg selalu mengalah, saya suka curhatan implisit dia pertengahan film. Ange & Tony mungkin kebalikan dari Beverly & Laurence, Hanya saja Tony cukup jaim di luar rumah. Sedangkan Sue merupakan seorang wanita yang sudah bercerai dengan suaminya. Setelah menonton seperempat bagian mulai terlihat adanya perbedaan kelas dari obrolan mereka.

Yap, film ini hanya bersetting di ruang tamu Beverly & Laurence sepanjang kurang lebih 100 menit. Akting dan ekspresi mereka cukup memukau saya, khususnya seorang Alison Steadman. Tetapi karakter fave saya disini ialah Laurence. Dialognya? oke. Walau hampir 2 jam hanya di ruang tamu, tetapi tidak terasa flat, malah semakin kebelakang semakin panas. Selamat mencari dan menonton.

January 22, 2012

The Descendants (Alexander Payne, US, 2011)

Directed byAlexander Payne
Produced byJim Burke
Alexander Payne
Jim Taylor
Screenplay byAlexander Payne
Nat Faxon
Jim Rash
Based onThe Descendants by
Kaui Hart Hemmings
StarringGeorge Clooney
Shailene Woodley
Judy Greer
Beau Bridges
Matthew Lillard
Robert Forster
CinematographyPhedon Papamichael
Editing byKevin Tent
StudioAd Hominem Enterprises
Distributed byFox Searchlight Pictures
Release date(s)September 10, 2011 (Toronto)
November 18, 2011 (United States)
Running time115 minutes

Alexander Payne mungkin masih kalah pengalaman dan kemampuan dengan Mike Leigh dalam hal menyikapi lebih dalam sisi yang "biasa" terjadi dalam realita kehidupan. Mungkin juga masih belum mampu membangun karakter yang sangat powerful seperti Paul Thomas Anderson. Mungkin juga dialognya tidak serenyah Coen Brothers. Tetapi Payne sendiri memiliki signature tersendiri sebagai seorang auteur pada setiap filmnya yaitu mengulas sisi humanisme secara "natural" dengan disisipi komedi satir. Sekilas mirip dengan Jason Reitman, tetapi menurut saya Payne tanpa menggunakan dramatisasi berlebihan.

Bagi seorang auteur, signature itu dapat dikatakan identitas dari setiap karyanya. Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, tetapi signature tersebut akan muncul sendirinya dan penonton yang pernah menonton beberapa karyanya akan dengan mudah mengenalinya. Sebagai contoh lain, Wes Anderson dengan gaya komedi garingnya, quirky style. Terrence Malick dengan gaya narrative-nya, dan masih banyak lagi contoh signature seorang auteur.

Kembali ke The Descendants, Di film ini Payne mencoba menggabungkan komposisi dari 3 film sebelumnya (Saya belum menonton Citizen Ruth). Kompleksitas problem dan cast yang lumayan banyak untuk sebuah film Payne yang setara dengan Election, tentunya masih diarahkan secara fun seperti di Election. Kemudian membahas tentang kesedihan layaknya About Schmidt, tetapi sekali lagi dengan fun style seorang Alexander Payne. Dan ada kemiripan seorang Matt King (George Clooney) dengan Miles Raymond (Paul Giamatti di Sideways) yaitu soal making decision setelah melakukan trip bersama "kerabat"nya.

The Descendants menceritakan tentang family crisis. Untuk film ini saya sengaja tidak menggunakan istilah dysfunctional family. Matt King, seorang lawyer yang sibuk, mendapat kabar tentang kecelakaan boat yang menimpa istrinya, Elizabeth King, sehingga kepalanya terbentur dan tidak sadarkan diri, atau koma. Dokter memutuskan bahwa tidak ada harapan lagi. Hidup Elizabeth, istri Matt, hanya bergantung pada peralatan medis.. Dokter menyarankan Matt untuk mengambil keputusan menyudahi perjuangan istrinya. Matt pun kemudian memutuskan untuk memberitahu kabar duka tersebut kepada para kerabatnya, termasuk kedua putrinya, Scottie (Amara Miller) dan Alexandra King (Shailene Woodley). Alex membenci ibunya karena sebuah alasan yang juga nantinya mengejutkan seorang Matt.


Disisi lain Matt adalah seorang pemegang keputusan ya atau tidaknya penjualan tanah keluarga seluas 25000 acres di pulau Kaua'i di kepulauan Hawaii. Yap, syuting film ini dilakukan di Hawaii. Scoring music juga menggunakan musik tradisional Hawaii. Semua cast yang dipilih saya rasa sudah tepat. Mulai dari pemilihan seorang George Clooney yang terasa karakternya memang Clooney sekali, hal ini mengingatkan saya seperti pemilihan cast Ryan Bingham di Up in the Air, Clooney banget. Untuk pemilihan peran pendukung juga sudah pas. Shailene Woodley yang cantik mampu memerankan Alex yang sensitif. Scottie yang polos diperankan dengan baik oleh Amara Miller, dan masih banyak lagi.


Bagaimana untuk menjadi sebagai Oscar contender bulan depan? Film ini bukan film "wah" seperti War Horse atau mungkin juga Hugo (yang saya belum tonton) dan dengan The Artist yang unik untuk era sekarang. Untuk kategori Best Director juga masih terasa berat. Untuk Clooney? Saya tidak merasa Clooney oke banget disini, hanya sekedar oke. Mungkin untuk Adapted Screenplay Payne dapat menyabetnya. Meskipun pesimis untuk mendapat Best Picture, tetapi saya akan senang jika film ini menjadi yang terbaik. Karena saya suka film yang membahas sisi humanisme yang tak terlalu didramatisir (baca: lebay). Oh ya, film ini juga personal bagi saya, karena saya pernah mengalami adegan di perahu pada bagian-bagian akhir film. Thanks Mr. Payne. Saya tunggu Road Movies anda selanjutnya, Nebraska dan Fork in the Road.

January 17, 2012

The Straight Story (David Lynch, US, 1999)

Directed byDavid Lynch
Produced byNeal Edelstein
Mary Sweeney
Written byJohn E. Roach
Mary Sweeney
StarringRichard Farnsworth
Sissy Spacek
Harry Dean Stanton
Music byAngelo Badalamenti
CinematographyFreddie Francis
Editing byMary Sweeney
Distributed byWalt Disney Pictures (US)
FilmFour (UK)
Release date(s)May 21, 1999
Running time112 minutes





David Lynch, saya masih ingat pertama kali menonton karyanya dibuat bingung. Sampai sekarang malah saya masih bingung dengan Mulholland Drive :D. Tapi The Straight Story berbeda dengan Mulholland Drive atau Lynchian lainnya. The Straight Story dapat dikatakan tidak menyimpan misteri dan "normal" layaknya film yang sering kita tonton lainnya. Film ini dapat menjadi sebuah Road Movie yang biasa apabila dilakukan dengan cara yang biasa. Yap, The Straight Story merupakan salah satu Road Movie yang unik.

Diangkat dari kisah nyata seorang Alvin Straight, seorang veteran perang, yang melakukan perjalanan dari Iowa menuju Wisconsin (sekitar 400KM)  dengan menggunakan Lawn mower-tractor (kita sebut traktor saja). Adapun alasan Alvin melakukan perjalanan ialah untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit yang lama tidak ia temui.

Alvin Straight diperankan dengan manis oleh Richard Farnsworth di usianya yang menginjak 79 tahun. Bahkan Richard pun mendapatkan nominasi Best Actor Oscar untuk perannya. Sissy Spacek juga memerankan Rose Straight dengan cukup baik, dengan akting gagapnya. Bahkan seorang Harry Dean Stanton yang cuma muncul sebentar sebagai saudara Alvin, Lyle Straight, juga dapat mengekspresikan raut wajah yang pas menurut saya.


The Straight Story, sebuah persembahan yang manis dari David Lynch. Heartwarming.

Badlands (Terrence Malick, US, 1973)

Directed byTerrence Malick
Produced byTerrence Malick
Edward R. Pressman
Written byTerrence Malick
StarringMartin Sheen
Sissy Spacek
Warren Oates
Music byGeorge Tipton
James Taylor
(theme "Migration")
CinematographyTak Fujimoto
Steven Larner
Brian Probyn
Editing byRobert Estrin
Distributed byWarner Bros.
Release date(s)October 15, 1973
Running time95 minutes



This is American life at 50's. Saya tidak yakin apabila di Indonesia ada case seperti di film yang ditulis dan disutradarai oleh Terrence Malick di debut penyutradaraannya ini. Sebuah romance-crime yang disajikan secara narasi menurut sudut pandang Holly (Sissy Spacek), seorang gadis yang menginjak usia dewasa. Cara narasi ini juga kemudian akan kita jumpai di film-film Terry Malick selanjutnya, khususnya akan berkembang di film The Thin Red Line (1999) yang menyajikan multiple narrative.

Kembali ke Badlands, bercerita tentang kisah cinta Kit (Martin Sheen), seorang pemuda berjiwa pemberontak di South Dakota yang bergaya seperti James Dean, jatuh cinta dengan Holly. Namun kisah cinta mereka tidak disetujui oleh ayah Holly. Jiwa pemberontak Kit pun muncul, dan terjadi apa yang sering kita dengar bahwa "Cinta itu buta".


Badlands, sebuah Road Movie yang menarik, dengan sajian cinematography indah yang didominasi warna pastel, pemandangan alam khususnya ladang gandum. Yap, gambar-gambar seperti ini akan kita jumpai kembali di karya Terry Malick selanjutnya, Days of Heaven (1978), bahkan lebih indah. Badlands, cukup disturbing memang untuk sebuah drama percintaan anak muda. Namun jika melihat seorang Kit di bagian akhir film, bisa jadi pandangan kita berubah.

Oh ya, lagu dari Nat King Cole, "A Blossom Fell", yang digunakan sebagai soundtrack sudah sangat pas.

... We planned together to dream forever
The dream has ended, for true love died
The night a blossom fell and touched two lips that lied ...

January 13, 2012

Midnight Run (Martin Brest, US, 1988)

Directed byMartin Brest
Produced byMartin Brest
Written byGeorge Gallo
StarringRobert De Niro
Charles Grodin
Yaphet Kotto
Music byDanny Elfman
CinematographyDonald E. Thorin
Distributed by    Universal Pictures
Release date(s)    July 20, 1988
Running time    126 minutes

Tiap kritikus film menilai kelebihan suatu film dari segi yang berlainan. Ada yang melihat dari segi akting pemainnya, keindahan cinematography-nya, dan masih banyak lagi. Tetapi bagi saya, dan mungkin anda, yang hanyalah seorang penikmat film mungkin cukup satu kata saja dalam menilai suatu film. Sebagai contoh, "Serruuuu" , atau mungkin dua kata, "Kerenn coy". Ya, kalo bisa saya simpulkan dari satu dan dua kata tersebut ialah itulah segi yang dinilai oleh penikmat film seperti kita, segi entertainment. Yap, Midnight Run adalah salah satu contoh film yg entertain sekali.

Robert De Niro dan Charles Grodin bintangnya. Duo tersebut mampu menghibur saya dengan tingkahnya yang saling "mengungguli". Ditambah aksi pendukung dari John Ashton, Yaphet Kotto, dan lainnya yang membuat ramai film ini. Tetapi menurut saya yang membuat film ini sangat entertain ialah cara cerita yang runtun, rapi, dan tidak membuat bosan dari screenwriter George Gallo.



Premis dari film ini sederhana, seorang pemburu bayaran, Jack Welsh (De Niro), yang mendapat order menangkap Jonathan Mardukas (Grodin) atau biasa dipanggil The Duke yang merupakan seorang akuntan yang "menilep" uang dari bos gangster narkoba Jimmy Serrano. Yap, terlihat simple tetapi pada akhirnya meliuk-liuk.

Road Movie, Crime-Comedy, merupakan genre film yang menyenangkan. Comedy disini tidak terlalu dark seperti In Bruges (2008) yang juga bergenre Crime-Comedy. Ah Midnight Run, sungguh sangat menghibur sekali.

Only Yesterday / Omohide Poro Poro (Isao Takahata, JP, 1991)

Directed byIsao Takahata
Produced byHayao Miyazaki
Yasuyoshi Tokuma (executive producer)
Yoshio Sasaki (executive producer)
Ritsuo Isobe (executive producer)
Screenplay byIsao Takahata
Based onOnly Yesterday by
Hotaru Okamoto and Yuko Tone
StarringMiki Imai
Toshiro Yanagiba
Yoko Honna
Music byKatz Hoshi
StudioStudio Ghibli
Running time118 minutes
CountryJapan
LanguageJapanese




Animasi sering diidentikan dengan dunia khayalan sang animator dengan berbagai macam makhluk-makhluk kreasinya. Tetapi hal tersebut berbeda dengan salah satu karya seorang Isao Takahata yang satu ini, Only Yesterday (Omohide Poro Poro) mendekati  realita yang ada di kehidupan, lebih tepatnya kehidupan seorang yang memasuki awal usia dewasa. Yap, Only Yesterday, walaupun animasi, menurut saya bukanlah merupakan film untuk semua usia anak-anak. Mungkin alangkah lebih baiknya untuk seorang diatas usia 13 tahun.

Film ini menceritakan kisah Taeko, seorang karyawan wanita berusia 27 tahun, belum menikah, yang berlibur ke tempat kakak iparnya di pedesaan daerah Yamagata disela-sela kehidupannya di Tokyo, tentunya menggunakan ijin cuti. Setelah mendapat ijin cuti, ia pun langsung berencana berangkat malam hari dengan menggunakan kereta. Pedesaan bagi Taeko adalah tempat yang menyenangkan karena semasa kecil ia tidak pernah berlibur ke desa ataupun kampung halaman dan pula jauh dari hiruk pikuk Tokyo.

Malam di kereta pun Taeko lalui dengan memori-memori masa kecil sewaktu ia kelas 5 SD. Mulai dari cinta monyet, saat pubertas, dan keinginan berlibur ke kampung halaman seperti teman-temannya. Sesampainya di stasiun, ia dijemput oleh Toshio, tetangga kakak iparnya warga pedesaan Yamagata, yang juga berprofesi menjadi petani dan peternak, dan Toshio juga masih single. Selama di Yamagata, memori masa kecil itu masih muncul. Sambil melakukan aktifitas di desa, Taeko pun menceritakan memori masa kecilnya kepada Toshio, tentang keluarganya, hal-hal di sekolah, maupun cita-cita yang sesungguhnya ingin Taeko capai yang dimana pada saat kelas 5 SD pintu menuju cita-cita tersebut telah terbuka. Tetapi ...



Only Yesterday, ada mungkin 4-5 kali saya tonton sejak 2 tahun lalu. Only Yesterday, sebuah film yang membahas issues bagi seorang di usia tersebut. Tetapi issues tersebut tetap dibahas dengan cara yang manis dan gambar yang "menyejukkan" oleh Takahata-san, dengan alunan musik seperti seruling bambu yang diaransemen oleh Katz Hoshi membuat Only Yesterday semakin cantik. Oh ya, issues tersebut ialah career & love. Omohide Poro Poro, Arigato Takahata-san.

* Recommended for "you"

January 04, 2012

My Favourite Sir Elton John's Songs

Nama                        : Reginald Kenneth Dwight
Nama  Panggung       : Sir Elton Hercules John, CBE, Hon DMus
TTL                           : Inggris, 25 Maret 1947
 Fly away skyline pigeon fly. Towards the dreams you've left so very far behind..







Sir Elton John itu jenius, setidaknya itu menurut saya :D. Meskipun untuk lirik lagu beliau banyak yang ditulis oleh rekannya Bernie Taupin. Berikut lagu Sir Elton John fave saya.

Honorable Mention

Love Song ( Tumbleweed Connection/1970). Akustik, Simple, try this. 

Levon (Madman Across the Water/1971). Epic.

Your Song (Elton John/1970). "I hope you don't mind. I hope you don't mind that I put down in words.. How wonderful life is while you're in the world.". Saya kira hampir semua pernah mendengar melody dalam part itu. Salah satu lagu romantis.

Sorry Seems To Be the Hardest Word (Blue Moves/1976). A sad song.

All of Lion King (1994)'s Soundtrack. Mungkin ini lagu-lagu beliau yang saya dengar pertama kali sewaktu kecil. Circle of Life & Can You Feel the Love Tonight favorite saya.

Funeral for a Friend/Love Lies Bleeding (Goodbye Yellow Brick Road/1973). Nice instrumentalia di part pertama. Dream Theatre juga merilis lagu ini (cover version).

Top 5 My Favourite

5. Candle In The Wind (1997 Version)



"Goodbye England's Rose ..". Ya, lagu persembahan beliau kepada almarhum Diana, Princess of  Wales ini merupakan "Best Selling-Single of All Time". Versi ini dinyanyikan untuk pertama kali saat funeral of Diana, Princess of Wales  di Westminster Abbey 6 September 1997. Sir Elton John & Pianonya memorable.

 4. Goodbye Yellow Brick Road (Goodbye Yellow brick Road/1973)


"Oh I've finally decided my future lies, beyond the yellow brick road..", salah satu my favourite line dari lagu-lagu Sir Elton John. Lagu ini juga digunakan sebagai soundtrack untuk film Breaking the Waves (1996). Lagu yang kaya akan nada, Sir Elton John menggunakan teknik falsetto disini.

3. I Guess That's Why They Call It The Blues


"Laughing like children, living like lovers..". Wow, nice lyric. Another my favourite line. Lagu ini menyenangkan, susah untuk dijelaskan :D, fun, Stevie Wonder bermain harmonika solo disini.

2. Skyline Pigeon (Empty Sky/1969)


"Fly away skyline pigeon fly. Towards the dreams you've left so very far behind..". Lirik lagu ini puitis, beautiful. Lirik terbaik dari Bernie Taupin menurut saya. Simply & Beutiful. Thanks, Sir.

1. Daniel (Don't Shoot Me I'm Only the Piano Player/1972)


"Daniel you're a star.....  in the face of the sky..". Fun fun fun. Seperti Levon, Daniel bercerita tentang seseorang. Daniel dicerita ini ialah kakak kandung dari "penyanyi" lagu ini. Jika Candle In the Wind mengingatkan saya pada mama, maka Daniel pada kakak saya. Sekali lagi, Fun Fun Fun. Great work, Sir. GBU.